بِسْمِ الّلهِ الرَّ حْمنِ الرَّ حِيمِ
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah, Rabb yang maha pengasih
lagi maha penyayang. Shalawat dan salam untuk Nabi terakhir yang membawa
peringatan bagi seluruh umat manusia, Muhammad Shalallahu
'Alaihi Wasallam, Semoga shalawat dan salam juga terlimpahkan kepada
keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang tetap berpegang
teguh dengan petunjuk Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wasallam sampai hari kiamat.
Wahai saudaraku yang mencintai
sunnah, tak terasa kita saat ini berada dipenghujung perhitungan tahun
masehi. Sungguh ada hal-hal yang patut kita waspadai dan cermati. Karna
disana, dipenghujung tahun masehi biasanya ada perayaan-perayaan yang
merupakan salah satu ibadahnya kaum nasrani. Kaum yang menyimpang dari
ketentuan Allah Azza wa Jalla.
Untuk itu, sebagai bentuk kehati-hatian
dan menaati Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, agar aqidah
kita sebagai seorang muslim tetap terjaga, dan tidak terjebak kedalam
budaya jahiliyah dan budaya kaum kufar. Maka pada postingan kali ini,
kami akan membawakan fatwa-fatwa dari Ulama-ulama terkemuka dunia yang
berdomisili di Saudi Arabia, yang tergabung dalam Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta. Yang diketuai oleh Syaikh 'Abdul-'Aziz bin 'Abdullaah bin Muhammad aalus-Syaikh,
dengan Wakil Ketua Syaikh 'Abdullaah Ibnu 'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan,
dan Anggotanya Syaikh Saalih bin Fauzaan al-Fauzaan serta Syaikh Bakar
bin 'Abdullaah Abu Zaid. Dimana keilmuan mereka ini tak diragukan
lagi, mereka terkenal akan ke ke-Istiqomahannya dalam menegakkan
Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah didalam kehidupan mereka. Dan kami
sampaikan bahwa postingan ini juga banyak mengambil manfaat dan
mengutip, dari pengantar fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh para ulama
tersebut. Semoga Allah menjaga mereka dan merahmati apa yang mereka
usahakan.
Sungguh
saudaraku se-Iman se-aqidah, nikmat yang ter-besar yang diberikan Allah
Azza wa Jalla kepada kita, para hamba-Nya, adalah nikmat Islam, dan
nikmat hidayah kepada jalan-Nya yang lurus. Dimana Allah
Ta’ala mewajibkan kepada para hamba-Nya yang beriman, agar memohon
hidayah-Nya di dalam setiap shalat-shalat yang didirikan, dan kita
selaku hamba-Nya memohon kepada-Allah Azza wa jalla, agar mendapatkan
hidayah ke jalan yang lurus dan istiqomah di atasnya. Dan dalam hal ini,
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan karakteristik jalan
tersebut, yakni jalan orang-orang yang Allah beri nikmat, jalannya para
Nabi, jalannya para shiddiqin, jalannya para syuhada dan jalannya
orang-orang lurus, dan bukan jalan orang-orang yang menyimpang darinya,
yakni Yahudi, Nashrani dan seluruh orang-orang kafir dan musyrikin.
Tentunya,
jika nikmat-nikmat terbesar tersebut sudah diketahui dan disadari oleh
setiap jiwa-jiwa kaum muslimin, maka wajib bagi seorang Muslim untuk
mengenal kadar nikmat tersebut, yang dengan nikmat tersebutlah, mestinya
kita bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla melalui lisan, amalan dan
keyakinan kita. Selain itu tentunya kita juga hendaknya menjaga nikmat
tersebut, dan memeliharanya, serta melakukan sebab-sebab yang dapat
menghindarkan hilangnya nikmat tersebut dari diri kita. Dan
beruntunglah, serta bersyukurlah, orang-orang yang telah diberikan
pandangan yang mendalam yakni bashirah terhadap Dienullah, Bashirah
terhadap Agama allah yang haq dan lurus ini dalam menjalani kehidupan,
(semoga kita termasuk di dalamnya ! ).
Wahai saudaraku yang membenci
bid’ah, kita ketahui dan rasakan bersama, saat ini telah terjadi
pen-campur-adukan antara al-haq dan al-batil atas kebanyakan orang. Maka
bagi orang-orang yang diberikan Bashirah, ia akan melihat dengan jelas
segala upaya yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam, untuk menghilangkan
kebenarannya, dan memadamkan cahayanya, untuk menjauhkan kaum muslimin
dari agamanya serta menghilangkan jalan yang memungkinkan untuk kembali
pada Dienul Islam yang haq. Selain itu ikhwa fillah, marak sekarang ini
propaganda, dalam upaya memperburuk citra Islam, dengan melakukan kebohongan-kebohongan atasnya, guna menghalangi seluruh
manusia dari jalan Allah dan dari beriman kepada wahyu yang diturunkan
atas Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk itu mari kita
perhatikan firman Allah Azza wa Jalla di dalam Surah Al-Baqoroh ayat 109
:
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ
لَوْ
يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا
حَسَدًا مِنْ
عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ
مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ
الْحَقُّ
Yang artinya : “Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.”
Yang artinya : “Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.”
Selanjutnya didalam Al-Qur’an Surah
Ali ‘Imron ayat 69, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :
وَدَّتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ لَوْ يُضِلُّونَكُمْ
وَمَا يُضِلُّونَ إِلاَّ أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
Artinya : “Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu,
padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri,
dan mereka tidak menyadarinya.”
Selain
itu, diayat yang lain, yakni ayat ke-149, namun masih dalam Surah yang
sama, yakni Surah Ali Imron, Allah azza wa Jalla berfirman :
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا
إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا
يَرُدُّوكُمْ
عَلَى أَعْقَابِكُمْ
فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu
menta`ati orang-orang yang kafir tu, niscaya mereka mengembalikan kamu
ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi.
Jadi telah nyata dan jelas, bahwa orang-orang kafir dalam hal ini khusunya para ahli kitab, akan menghalang-halangi kita dari jalan Allah.
Jadi telah nyata dan jelas, bahwa orang-orang kafir dalam hal ini khusunya para ahli kitab, akan menghalang-halangi kita dari jalan Allah.
Namun
kita janganlah bersedih atau berputus asa, karna meskipun demikian,
Allah Ta'ala telah berjanji untuk menjaga Dien-Nya dan kitab-Nya, dari
kejahilan dan peng-rusakan orang-orang kafir. Dimana Allah berfirman di
dalam Surah Al-Hijr ayat 9 :إِنَّا
نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.
Dan tentunya, segala puji bagi
Allah.
Dimana, Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam telah mengabarkan kepada kita, bahwa akan selalu muncul suatu
golongan dari umatnya yang berjalan di atas al-haq, tidak membahayakan
mereka orang yang menghinakan mereka, ataupun menentang mereka, hingga
datangnya hari Akhir.
Sekalai lagi wahai saudaraku. Segala
puji bagi Allah, dan kita memohon kepada-Nya, Yang Maha Dekat dan
Mengabulkan Do’a, agar menjadikan kita dan saudara-saudara kita kaum
Muslimin, termasuk dari golongan tersebut, yakni Thaifah Al-Mansyurah.
Atau yang juga biasa disebut Al-Firqotun an-Najiyah.
Untuk
itu, selalu lah dalam ketaqwaan kepada Allah, perbanyaklah bermajelis
ilmu yang didalam nya diajarkan Al-Qur’an dan as-Sunnah, dan ber-amallah
sesuai dengan kemampuan kita serta bersabarlah. Sungguh apabila kita
menetapi jalannya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabat Ridwanallahu ‘alaihim jamian, kita akan terselamatkan di dunia
dan akhirat. Insya Allah !
Karna Rasulullah telah mengabarkan
bahwa yang namanya jama’ah itu yakni Ma ana alaihi wa ashabi “Yang Aku dan para Sahabatku berada
diatasnya”. Jadi jangan ragu untuk mengamalkan Sunnah-sunnah
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam di dalam kehidupan kita. Memang
kita akan terasa asing ketika mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah,
namun memang begitulah yang digariskan. Bahwa Islam itu awalnya asing,
kemudian akan kembali asing. Dimana umatnya akan merasa asing ketika ada
orang yang mengamalkan sunnah. Selain itu juga ada sebagian yang
berpendapat, bahwa mengamalkan sunnah sekarang ini, ibaratkan
menggenggam bara api... namun tidaklah mengapa wahai saudaraku, karna
barangsiapa yang menegakkan sunnah, ia akan mendapatkan kemenangan yang
besar. Dan tentunya apabila kita berpegang dan menjalankan apa yang
Rasulullah sampaikan, kita tidak akan dapat disesatkan oleh para ahli
kitab dan kaum kufar lainnya. Karna kita telah mengetahui makar-makar
serta propaganda-propaganda mereka, melalui hadits-hadits Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa sallam, serta atsar-atsar para sahabat
Ridwanallahu ‘Alaihim Jamian. Semoga Allah Azza wa Jalla selalu
melimpahkan kepada kita Hidayah, dan memberikan kepada kita Ilmu yang
bermanfaat, serta memberikan kita kemudahan dan kekuatan untuk
mengamalkan Sunnah. Laa hau laa wa laa quata illa billah... tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah
Dan
sebagaimana yang ana sampaikan diawal, bahwa pada postingan kali ini
akan berisikan fatwa-fatwa Ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah
ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta. Yakni Komite
Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa, yang diketuai oleh Syaikh
'Abdul-'Aziz bin 'Abdullaah bin Muhammad aalus-Syaikh, dengan Wakil
Ketua Syaikh 'Abdullaah Ibnu 'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan, yang
beranggotakan Syaikh Saalih bin Fauzaan
al-Fauzaan serta syaikh Bakar bin 'Abdullaah Abu Zaid. Dimana Komite Permanen untuk
Penelitian Islam dan Fatwa ini, setelah mendengar
dan melihat adanya penyambutan yang begitu meriah, dan perhatian yang
serius dari orang-orang Yahudi dan Nashrani, serta orang-orang yang
menisbatkan diri kepada Islam, serta yang terpengaruh oleh mereka,
berkenaan dengan berakhirnya tahun Masehi dan datangnya tahun baru
Masehi, menurut kalender Eropa atau Masehi, maka tidak bisa tidak, Lajnah Daimah Lil Buhuts Ilmiah wal Ifta
merasa perlu dan berkewajiban memberikan nasehat, dan penjelasan kepada
seluruh kaum Muslimin tentang makna momentum ini, serta hukum syariat
Islam yang murni ini atasnya, sehingga kaum Muslimin memahami dengan
baik Agama mereka, dan berhati-hati atas penyimpangan, dan kesesatan
yang dimurkai Allah .
Berikut petikan fatwa tersebut,
dimana Dikatakan didalam fatwa pertama :
Sesungguhnya
orang-orang Yahudi dan Nashrani menyertakan atas millennium ini
berbagai kejelekan, penderitaan, harapan-harapan, dengan begitu yakin
akan terealisasinya hal itu atau paling tidak kearahnya, karena menurut
anggapan mereka hal ini telah melalui riset dan penelitian. Demikian
pula, mereka mengkaitkan sebagian permasalahan doktrin mereka dengan
momentum ini dengan anggapan bahwa hal itu berasal dari ajaran
kitab-kitab mereka yang sudah dirubah. Maka, wajib bagi seorang Muslim
untuk tidak tertarik kepada hal itu dan tergoda olehnya bahkan
seharusnya muslimin merasa cukup dengan Kitab - Rabbnya Ta'ala - dan
Sunnah NabiNya (Shallallahu 'alaihi wasallam) dan tidak memerlukan lagi
selain keduanya. Sedangkan teori-teori dan spekulasi-spekulasi dan
pernyataan atau opini yang bertentangan dengan keduanya tidak lebih
hanya kepalsuan belaka.
Adapun fatwa yang kedua :
Momentum ini (yakni perayaan tahun
baru Masehi) dan semisalnya, tidak lepas dari pen-campur-adukan antara
al-haq dan al-bathil, propaganda kepada kekufuran, kesesatan, tidak
bermoral dan kemurtadan yang merupakan manifestasi dari kesesatan
menurut syari'at Islam. Diantaranya propaganda kepada penyatuan
agama-agama atau pluralisme, penyetaraan Islam dengan aliran-aliran dan
sekte-sekte sesat lainnya, penyucian terhadap salib dan penampakan
simbol-simbol kekufuran, yang dilakukan oleh orang-orang Nashrani dan
Yahudi, serta perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan semisalnya yang
mengandung beberapa hal ; bisa jadi pernyataan bahwa syari'at Nashrani
dan Yahudi yang sudah diganti dan dihapus tersebut, dapat menyampaikan
kepada Allah juga. Bisa jadi, adanya anggapan baik terhadap sebagian
dari ajaran kedua agama tersebut yang bertentangan dengan Dien al-Islam.
Semuanya dalam rangka penambahan atas fakta, yang merupakan bentuk
kekufuran kepada Allah dan Rasul-Nya, kepada Islam dan konsensus atau
ijma' umat ini. Apalagi hal itu adalah sebagai salah satu bentuk
penjauhan Muslimin dari ajaran-ajaran agama mereka.
Adapun fatwa yang ketiga Berbunyi :
Banyak
sekali dalil-dalil dari al Kitab dan as-Sunnah, serta atsar-atsar yang
shahih (dari Sahabat dan lainnya), yang melarang untuk menyerupai
orang-orang kafir, di dalam hal yang menjadi ciri dan kekhususan mereka.
Diantara hal itu adalah menyerupai mereka dalam festival hari-hari
besar dan pesta-pesta mereka. Hari besar maknanya (secara terminologis)
adalah sebutan bagi sesuatu, termasuk didalamnya setiap hari yang datang
kembali dan berulang, yang dirayakan oleh orang-orang kafir. Atau
sebutan bagi tempat orang-orang kafir dalam menyelenggarakan perkumpulan
keagamaan.
Jadi, setiap perbuatan yang mereka ada-adakan di berbagai tempat, atau waktu-waktu keagamaan mereka, maka itu termasuk hari besar atau 'Ied mereka. Karenanya, larangannya bukan hanya atas hari-hari besar yang khusus buat mereka saja, akan tetapi setiap waktu dan tempat, yang mereka rayakan atau agungkan, yang sesungguhnya tidak ada landasannya di dalam Dienul Islam. Demikian pula termasuk larangan, perbuatan-perbuatan yang mereka ada-adakan di dalamnya, juga termasuk ke dalam hal itu. Ditambah lagi dengan hari-hari sebelum dan sesudahnya, yang nilai religiusnya bagi mereka sama saja, sebagaimana yang disinggung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam Iqtida as-Siraat al-Mustaqim.
Diantara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah firman-Nya di Surah Al-Furqoon ayat 72 :وَالَّذِينَ لاَ يَشْهَدُونَ الزُّورَ
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu...
Ayat ini berkaitan dengan salah satu sifat para hamba Allah yang beriman. Sekelompok Salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid dan Rabi' Ibnu Anas, menafsirkan bahwa kata "Az-Zuura" (di dalam ayat tersebut) diartikan sebagai hari-hari besar orang kafir.
Jadi, setiap perbuatan yang mereka ada-adakan di berbagai tempat, atau waktu-waktu keagamaan mereka, maka itu termasuk hari besar atau 'Ied mereka. Karenanya, larangannya bukan hanya atas hari-hari besar yang khusus buat mereka saja, akan tetapi setiap waktu dan tempat, yang mereka rayakan atau agungkan, yang sesungguhnya tidak ada landasannya di dalam Dienul Islam. Demikian pula termasuk larangan, perbuatan-perbuatan yang mereka ada-adakan di dalamnya, juga termasuk ke dalam hal itu. Ditambah lagi dengan hari-hari sebelum dan sesudahnya, yang nilai religiusnya bagi mereka sama saja, sebagaimana yang disinggung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam Iqtida as-Siraat al-Mustaqim.
Diantara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah firman-Nya di Surah Al-Furqoon ayat 72 :وَالَّذِينَ لاَ يَشْهَدُونَ الزُّورَ
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu...
Ayat ini berkaitan dengan salah satu sifat para hamba Allah yang beriman. Sekelompok Salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid dan Rabi' Ibnu Anas, menafsirkan bahwa kata "Az-Zuura" (di dalam ayat tersebut) diartikan sebagai hari-hari besar orang kafir.
(kemudian) Dalam hadits yang shahih,
yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, saat Rasulullah (Shallallahu 'alaihi
wa sallam) datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar atau 'Ied
untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, "Dua hari untuk apa ini ?".
Mereka menjawab, "Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa
Jahiliyyah". Lantas beliau bersabda (yang artinya) : “Sesungguhnya Allah telah menggantikan
bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya :
Iedul Adha dan Iedul Fithri" hadits ini derajatnya shohiih,
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunanul-Kubra dan dalam
Kanzul-'Amal.
Selain itu Umar Ibn al Khaththab
Radhiyallahu 'anhu berkata, "Janganlah
kalian mengunjungi kaum musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah)
mereka pada hari besar mereka, karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan
turun atas mereka" Umar Ibn Al Khaththab Radiyallahu ‘anhu berkata
lagi, "Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar
mereka". Hadits ini Sahih, diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah
dalam Musannaf, dan telah disahihkan oleh Ibn Taymiyyah in al-Iqtidaa.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Nah saudaraku, demikianlah beberapa
fatwa dari Komite Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa, atau yang
dikenal dengan Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta mengenai hukum merayakan atau
menghadiri perayaan Tahun baru Masehi atau sejenisnya. Dan insya Allah
fatwa-fatwa mengenai hal tersebut akan kami lanjutkan pada postingan
berikutnya, Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar