بِسْمِ الّلهِ الرَّ حْمنِ الرَّ حِيمِ
Wahai saudaraku yang
mencintai Sunnah, semoga Allah Azza wa Jalla selalu melimpahkan
Rahmat-Nya pada kita semua. Adalah sudah menjadi kewajiban kita, yakni
selaku seorang Muslim, untuk selalu mendekatkan diri kepada Allah
Subhanahu Wata 'ala disetiap tempat, dan disetiap keadaan. Dan tentunya
segala puji hanya bagi Allah Azza wajalla, kepada-Nya kita memberikan
sanjungan , memohon pertolongan dan ampunan. Dan
Hanya Kepada-Nya lah, kita senantiasa berlindung dari kejahatan diri dan
keburukan amal perbuatan kita. Semoga shalawat dan salam tercurah
kepada penghulu para Nabi dan atas keluarganya, dan para sahabatnya.
Semoga Allah Azza Wa jalla menyatukan kita semua untuk senantiasa
mencintai-Nya dan mengikuti Sunnah Rasul-Nya hingga akhir hayat.
Sebagaimana
yang telah ana sampaiakan pada postingan sebelumnya, bahwa kami akan
melanjutkan pembahasan mengenai hukum
Islam berkaitan dengan perayaan atau menyambut Tahun baru Masehi,
yang kami angkat dari fatwa-fatwa Ulama, yang tak diragukan lagi
ke-Istiqomahannya didalam menegakkan Al-Qur’an dan As-Sunnah Nabawiyah
yang shohiih didalam kehidupan mereka. Mereka para Ulama-ulama yang
tergabung di dalam Komite Permanen
untuk Penelitian Islam dan Fatwa yang berdomisili di Saudi Arabia, atau
yang dikenal dengan Al-Lajnah Ad-Daimah Lil Buhuts Ilmiah wal Ifta,
diketuai oleh Syaikh 'Abdul-'Aziz bin 'Abdullaah bin
Muhammad aalus-Syaikh, dengan Wakil Ketua Syaikh 'Abdullaah Ibnu
'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan, yang beranggotakan Syaikh Saalih bin
Fauzaan al-Fauzaan serta syaikh Bakar bin 'Abdullaah Abu Zaid telah
mengeluarkan fatwa-fatwa mengenai Hukum
Islam dalam Perayaan atau Menyambut tahun Baru Masehi, karna
mereka (para ulama tersebut) melihat hal ini amatlah urgen dijaman
sekarang ini, dimana kita
ketahui saat ini, telah terjadi pen-campur-adukan antara al-haq dan
al-batil atas kebanyakan orang. Dan terlihat dengan jelas segala upaya
yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam, untuk menghilangkan kebenaran
islam, dan memadamkan cahayanya, sebagai bentuk menjauhkan kaum muslimin
dari agamanya serta menghilangkan jalan yang memungkinkan untuk kembali
pada Dienul Islam yang haq. Selain itu, marak sekarang ini propaganda,
dalam upaya memperburuk citra Islam, dengan melakukan kebohongan-kebohongan
atasnya, yang dimaksudkan untuk menghalangi seluruh manusia dari jalan
Allah dan dari beriman kepada wahyu yang diturunkan atas Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wa sallam.
Sungguh saudaraku, banyak sekali,
dalil-dalil dari al Kitab dan as-Sunnah, serta atsar-atsar yang shahih
(dari Sahabat dan lainnya), yang melarang kita kaum muslimin untuk
menyerupai orang-orang kafir, di dalam hal yang menjadi ciri, dan
kekhususan mereka. Salah satunya yakni menyerupai mereka (orang-orang
kafir) dalam festival hari-hari besar, dan pesta-pesta mereka.
Jadi,
setiap perbuatan yang mereka ada-adakan di berbagai tempat, atau
waktu-waktu keagamaan mereka, yang mana hal tersebut termasuk hari besar
atau 'Ied mereka. Maka hal tersebut terlarang didalam Islam. Selain
itu, larangannya bukan hanya atas hari-hari besar yang khusus buat
mereka saja, akan tetapi setiap waktu dan tempat, yang mereka kaum
kafirin rayakan atau agungkan, yang sesungguhnya tidak ada landasannya
di dalam Dienul Islam. Maka itu juga terlarang. Demikian pula
perbuatan-perbuatan yang mereka ada-adakan di dalamnya, juga termasuk ke
dalam hal itu. Ditambah lagi dengan hari-hari sebelum dan sesudahnya,
yang nilai religiusnya bagi mereka sama saja, semua nya terlarang untuk
diikuti dan dirayakan oleh kaum muslimin.
Dan untuk
lebih jelasnya, berikut kami sampaikan beberapa fatwa dari Al-Lajnah
ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta, sebagai kelanjutan
dari fatwa-fatwa yang telah kami sampaikan pada postingan sebelumnya.
Dimana
Sebelum ana lanjutkan postingan ke fatwa –fatwa selanjutnya, para ulama
yang tergabung dalam Al-Lajnah ad
Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta tersebut, membawakan
beberapa dalil dari hadits.
Dari Tsabit bin Adl Dlahhak
Radhiyallahu 'anhu, (bahwasanya) dia berkata, "Seorang laki-laki telah bernadzar pada masa
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam, untuk menyembelih onta sebagai
qurban di Buwanah. Lalu dia mendatangi Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam sembari berkata "Sesungguhnya aku telah bernadzar untuk
menyembelih onta sebagai qurban di Buwanah. Lalu Nabi (Shallallahu
'alaihi wa sallam) bertanya, “Apakah
didalamnya terdapat salah satu dari berhala-berhala Jahiliyyah yang
disembah disana ? . Mereka
menjawab, 'Tidak !'. Beliau (Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam)
bertanya lagi. “Apakah
didalamnya terdapat salah satu dari hari-hari besar mereka ?'. Mereka menjawab, 'Tidak !'.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam (kemudian) bersabda, “Tepatilah nadzarmu, karena tidak perlu
menepati nadzar di dalam berbuat maksiat kepada Allah, dan di dalam hal
yang tidak dipunyai (tidak mampu dilakukan) oleh manusia" Hadits
ini diriwayatkan oleh Abu Dawud. Dengan nomor hadits : 1134.
( Hadits
berikutnya ) Umar Ibnu al-Khaththab Radhiyallahu 'anhu berkata, "Janganlah kalian mengunjungi kaum
musyrikin di gereja-gereja ( dirumah-rumah ibadah) mereka, pada hari
besar mereka, karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan turun atas
mereka" Umar Ibn Al Khaththab Radiyallahu ‘anhu berkata lagi,
"Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar mereka".
Hadits ini derajatnya Sahih, dan diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah
dalam Musannaf dan disahihkan oleh Ibn Taymiyyah.
(Kemudian)
Diriwayatkan oleh Abdullah Ibn Amr bin al ‘Aas Radliyallahu ‘anhumaa,
ia berkata, "Barangsiapa yang
berdiam di negeri-negeri orang asing, lalu membuat tahun baru dan
festival (Nairuuz) serta menyerupai mereka hingga dia mati dalam kondisi
demikian, maka kelak dia akan dikumpulkan pada hari kiamat bersama
mereka" Namun hadits ini derajatnya Dhoif, yang diriwayatkan oleh
al-Baihaqi selain itu Syakhul Islam Ibnu
Taymiyyah juga menyatakan lemah dalam Iqtidaa. as-Siraat al-Mustaqim.
Adapun fatwa yang ke-empat yang dikeluarkan Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta berkaitan dengan hal tersebut yakni : Merayakan hari-hari besar orang-orang kafir, juga dilarang karena alasan-alasan yang banyak sekali, diantaranya : Mereka (Muslimin) menyerupai mereka dalam sebagian hari besar mereka, yang membikin mereka otomatis bersukaria, dan membuat mereka berlapang-dada terhadap kebatilan yang sedang mereka lakukan. (Kaum Muslimin) menyerupai mereka dalam gerak-gerik, dan bentuk pada hal-hal yang bersifat lahiriah, akan mengandung konsekwensi menyerupai mereka pula, dalam gerakan dan bentuk pada hal-hal yang berupa keyakinan sesat, melalui cara tersembunyi, dan bertahap lagi tersamarkan. Dampak negatif yang paling besar dari hal itu adalah, adanya kecintaan batin yang berupa kekaguman dan loyalitas. (dimana) Mencintai dan mengagumi mereka dapat meniadakan keimanan, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا
Adapun fatwa yang ke-empat yang dikeluarkan Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta berkaitan dengan hal tersebut yakni : Merayakan hari-hari besar orang-orang kafir, juga dilarang karena alasan-alasan yang banyak sekali, diantaranya : Mereka (Muslimin) menyerupai mereka dalam sebagian hari besar mereka, yang membikin mereka otomatis bersukaria, dan membuat mereka berlapang-dada terhadap kebatilan yang sedang mereka lakukan. (Kaum Muslimin) menyerupai mereka dalam gerak-gerik, dan bentuk pada hal-hal yang bersifat lahiriah, akan mengandung konsekwensi menyerupai mereka pula, dalam gerakan dan bentuk pada hal-hal yang berupa keyakinan sesat, melalui cara tersembunyi, dan bertahap lagi tersamarkan. Dampak negatif yang paling besar dari hal itu adalah, adanya kecintaan batin yang berupa kekaguman dan loyalitas. (dimana) Mencintai dan mengagumi mereka dapat meniadakan keimanan, sebagaimana firman Allah Ta’ala :
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا لاَ تَتَّخِذُوا
الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى أَوْلِيَاءَ بَعْضُهُمْ
أَوْلِيَاءُ بَعْضٍ وَمَنْ يَتَوَلَّهُمْ مِنْكُمْ
فَإِنَّهُ مِنْهُمْ إِنَّ اللَّهَ لاَ يَهْدِي الْقَوْمَ الظَّالِمِينَ
Hai
orang-orang yang beriman, janganlah kamu mengambil orang-orang Yahudi
dan Nasrani menjadi pemimpin-pemimpin (mu); sebahagian mereka adalah
pemimpin bagi sebahagian yang lain. Barangsiapa di antara kamu mengambil
mereka menjadi pemimpin, maka sesungguhnya orang itu termasuk golongan
mereka. Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang
yang zalim. Qur’an
Surah Al Maaidah ayat 51.Dan firman Allah Surah Al-Mujadillah
ayat 22 :
لاَ
تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ
يُوَادُّونَ
مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ
" Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya "
" Kamu tidak akan mendapati sesuatu kaum yang beriman kepada Allah dan hari akhirat, saling berkasih sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya "
Kemudian fatwa yang Kelima. Berbunyi :
Menurut
penjelasan yang telah dikemukakan di atas, maka tidak boleh hukumnya
seorang Muslim yang beriman kepada Allah sebagai Rabb, dan Islam sebagai
agama, serta Muhammad Shalallahu ‘alaihi wassalam sebagai Nabi dan
Rasul, mengadakan perayaan-perayaan hari-hari besar, yang tidak ada
landasannya dalam dien Islam, termasuk diantaranya yang disebut perayaan
'Milenium' tersebut. Juga, tidak boleh hadir pada acaranya,
berpartisipasi, dan membantu dalam pelaksanaannya dalam bentuk apapun,
karena hal itu termasuk dosa, dan melanggar batasan-batasan yang diatur
oleh Allah, Allah telah berfirman,
وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ
وَالْعُدْوَانِ
وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ
شَدِيدُ الْعِقَابِ
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. Qur’an Surah Al Maaidah ayat 2
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya. Qur’an Surah Al Maaidah ayat 2
Selanjutnya, fatwa yang ke-enam" berbunyi :
Seorang Muslim tidak boleh saling bekerjasama dengan
orang-orang kafir dalam bentuk apapun dalam hari-hari besar mereka.
Diantaranya adalah mempromosikan dan mengumumkan hari-hari besar mereka,
termasuk acara tersebut. Demikian pula, mengajak pada hal itu dengan
sarana apapun, baik melalui mass
media, memasang jam-jam ( dengan hitungan mundur) dan
pamflet-pamflet bertuliskan angka, membuat pakaian-pakaian dan
plakat-plakat memorial
(dalam rangka perayaan tersebut), atau mencetak kartu-kartu
dan buku-buku tulis, atau memberikan diskon khusus pada dagangan dan
hadiah-hadiah uang dalam rangka (perayaan tersebut), atau
kegiatan-kegiatan olah raga ataupun menyebarkan simbol khusus untuk hal
itu.
Adapun fatwa Ketujuh
berbunyi :
Seorang Muslim tidak boleh menganggap
hari-hari besar orang-orang kafir, termasuk perayaan Milenium tersebut,
sebagai momentum yang menyenangkan, atau waktu-waktu yang diberkahi,
sehingga karenanya meliburkan pekerjaan, melangsungkan pernikahan,
memulai aktifitas bisnis, membuka proyek-proyek baru dan lain
sebagainya. Tidak boleh dia (seorang muslim) meyakini bahwa hari-hari
seperti itu, memiliki keistimewaan yang tidak ada pada hari selainnya,
karena hari-hari tersebut sama saja dengan hari-hari biasa lainnya. Dan
karena hal ini, merupakan keyakinan yang rusak, yang tidak dapat merubah
hakikat sesuatu, bahkan keyakinan seperti ini adalah dosa di atas dosa,
kita memohon kepada Allah agar diselamatkan dan terbebas dari hal itu.
Dan fatwa ke delapan yang dikeluarkan
oleh Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts
al ‘Ilmiyyah wa al ifta. Yang diketuai oleh Syaikh 'Abdul-'Aziz bin
'Abdullaah bin Muhammad aalus-Syaikh, dengan Wakil Ketua oleh Syaikh
'Abdullaah Ibnu 'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan, dan Anggotanya Syaikh
Saalih bin Fauzaan al-Fauzaan serta syaikh Bakar bin 'Abdullaah Abu
Zaid.
Berbunyi : Seorang Muslim tidak boleh
mengucapkan selamat terhadap hari-hari besar orang-orang kafir, karena
hal itu merupakan bentuk keridoan atas kebatilan yang mereka berada
diatasnya, dan membuat mereka bergembira, karenanya Ibnu Al-Qayyim
berkata, "Adapun mengucapkan selamat terhadap ritual keagamaan
orang-orang kafir yang khusus bagi mereka, maka haram atau dilarang
hukumnya menurut kesepakatan ijma’ para ulama, seperti mengucapkan
selamat dalam rangka hari-hari besar mereka dan seterusnya, seperti
mengucapkan 'Semoga hari besar ini diberkahi' atau ‘Selamat dalam hari
raya ini’, atau ucapan semisalnya, dalam rangka hari besar tersebut. Dalam hal ini, kalaupun
pengucapnya lepas dari kekufuran, akan tetapi dia tidak akan
lolos dari melakukan hal yang diharamkan. Hal ini sama posisinya dengan
bilamana dia mengucapkan selamat, karena dia (orang kafir)
itu sujud terhadap salib. Bahkan, dosa dan kemurkaan terhafap hal itu
lebih besar di sisi Allah, daripada mengucapkan
selamat atas minum khamr, membunuh jiwa yang tidak
berdosa, berzina dan semisalnya.
Banyak sekali orang yang tidak
memiliki sedikitpun kadar Dien pada dirinya, (kemudian) terjerumus ke
dalam hal itu, dan dia tidak menyadari jeleknya perbuatannya. Maka,
siapa saja yang mengucapkan selamat kepada seorang hamba karena suatu
maksiat, bid'ah atau kekufuran yang dilakukannya, berarti dia telah
mendapatkan kemurkaan dan kemarahan Allah"
Kemudian fatwa yang terakhir mengenai hal ini, yang dikeluarkan Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta, yakni fatwa Kesembilan, berbunyi :
Kemudian fatwa yang terakhir mengenai hal ini, yang dikeluarkan Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta, yakni fatwa Kesembilan, berbunyi :
Adalah suatu kehormatan bagi muslimin
untuk berkomitmen terhadap kalender Hijriyah, kalender yang menandai
hijrahnya Nabi mereka, Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam yang
disepakati para sahabat beliau – radiyallahu ‘anhum - Shallallahu
'alaihi wa sallam secara ijma'. Dan mereka jadikan kalender
tanpa perayaan apapun. Hal itu kemudian diteruskan secara turun temurun
oleh kaum Muslimin yang datang setelah mereka, sejak 14 abad yang lalu
hingga saat ini. Karenanya dengan alasan ini, muslimin tidak boleh
mengganti penggunaan kalender Hijriyah kepada kelender umat-umat
selainnya, seperti kalender Milaadi (Gregorian atau Masehi) ini . Karena hal
itu termasuk perbuatan menggantikan yang lebih baik dengan yang lebih
jelek.
Maka dari
itu kami wasiatkan kepada seluruh saudara-saudara kami, kaum muslimin,
agar bertaqwa kepada Allah dengan sebenar-sebenar takwa, berbuat ta'at
dan menjauhi dosa terhadapNya, serta saling berwasiat dengan hal itu dan
sabar atasnya.
Hendaknya setiap mukmin yang menjadi
penasehat bagi dirinya, dan antusias atas keselamatannya dari murka
Allah dan laknat-Nya di dunia dan di hari Akhir, berusaha keras di dalam
merealisasikan ilmu dan iman, dengan menjadikan Allah semata sebagai
Pemberi Petunjuk, Penolong, Hakim dan Pelindung, karena sesungguhnya
Dialah sebaik-baik Pelindung dan sebaik-baik Penolong. Cukuplah Rabbmu
sebagai Pemberi Petunjuk dan Penolong serta berdo'alah selalu dengan
do'a Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam berikut ini : "(yang artinya) : Ya, Allah, Rabb Jibril, Rabb Mikail,
Rabb Israfil. Pencipta langit dan
bumi. Yang Maha Mengetahui hal yang ghaib dan nyata. Engkau memutuskan
hal yang diperselisihkan di antara para hambaMu, berilah petunjuk
kepadaku terhadap kebenaran yang diperselisihkan dengan idzinMu,
sesungguhnya Engkau menunjuki orang yang Engkau kehendaki ke jalan yang
lurus" do’a ini Diriwayatkan oleh Imam
Muslim di dalam shahihnya, Shalah Al Musafirin, dengan nomor hadits 770.
Dan dengan Allah-lah segala
kesuksesan dan semoga Allah memberikan sholawat dan salam kepada Nabi
kita Shalallahu ‘alaihi wassalam dan keluarganya serta sahabatnya. Al
Lajnah Ad Daimah lil Buhuts Al Ilmiyah wal Ifta, Saudi Arabia. Dewan
Tetap Arab saudi untuk riset-riset ilmiyah dan fatwa (The Permanent
Committee for Islaamic Research and Fataawa)
tertanda Ketua : Syaikh 'Abdul-'Aziz Ibnu 'Abdullaah Ibnu Muhammad aalusy-Syaikh. Wakil Ketua : Syaikh 'Abdullaah Ibnu 'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan. Anggota : Syaikh Saalih Ibnu Fauzaan al-Fauzaan
Anggota : Syaikh Bakar Ibnu 'Abdullaah Abu Zaid.
tertanda Ketua : Syaikh 'Abdul-'Aziz Ibnu 'Abdullaah Ibnu Muhammad aalusy-Syaikh. Wakil Ketua : Syaikh 'Abdullaah Ibnu 'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan. Anggota : Syaikh Saalih Ibnu Fauzaan al-Fauzaan
Anggota : Syaikh Bakar Ibnu 'Abdullaah Abu Zaid.
Nah saudaraku se-Iman se-Aqidah, demikianlah beberapa fatwa dari
Komite Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa, atau yang dikenal
dengan Al-Lajnah
ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta mengenai hukum merayakan atau
menghadiri atau menyambut perayaan Tahun baru Masehi atau sejenisnya.
Semoga bermanfaat.
Dan sebagai penutup postingan kali ini,
ada do’a yang dapat kita hafalkan dan amalkan. Do’a ini adalah salah
satu do’a untuk berlindung dari perangai buruk, perilaku buruk, serta
kecintaan yang berlebih-lebihan terhadap dunia dan tentunya penyakit
hati, do’a ini kami kutipkan dari Shohiih Sunan
at-Tirmidzi, hadits yang ke 3591, yang dishohiihkan oleh al-Alamah
Asy-Syaikh Muhammad Nashiruddin al-Albani Rahimahullahu Ta'ala Anhu, di
dalam Shohiih wa Dho’if Sunan at-Tirmidzi. Dengan lafadz :
اللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ
بِكَ مِنْ مُنْكَرَاتِ الْأَخْلَاقِ وَالْأَعْمَالِ وَالْأَهْوَاءِ
“Ya
Allah ! aku berlindung kepada-Mu, dari berbagai akhlaq yang buruk,
amal perbuatan dan hawa nafsu yang buruk.”
Hukum Islam dalam menyambut / merayakan Tahun Baru Masehi
بِسْمِ الّلهِ الرَّ حْمنِ الرَّ حِيمِ
Alhamdulillah. Segala puji bagi Allah, Rabb yang maha pengasih
lagi maha penyayang. Shalawat dan salam untuk Nabi terakhir yang membawa
peringatan bagi seluruh umat manusia, Muhammad Shalallahu
'Alaihi Wasallam, Semoga shalawat dan salam juga terlimpahkan kepada
keluarga dan para sahabatnya, serta orang-orang yang tetap berpegang
teguh dengan petunjuk Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wasallam sampai hari kiamat.
Wahai saudaraku yang mencintai
sunnah, tak terasa kita saat ini berada dipenghujung perhitungan tahun
masehi. Sungguh ada hal-hal yang patut kita waspadai dan cermati. Karna
disana, dipenghujung tahun masehi biasanya ada perayaan-perayaan yang
merupakan salah satu ibadahnya kaum nasrani. Kaum yang menyimpang dari
ketentuan Allah Azza wa Jalla.
Untuk itu, sebagai bentuk kehati-hatian
dan menaati Sunnah Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam, agar aqidah
kita sebagai seorang muslim tetap terjaga, dan tidak terjebak kedalam
budaya jahiliyah dan budaya kaum kufar. Maka pada postingan kali ini,
kami akan membawakan fatwa-fatwa dari Ulama-ulama terkemuka dunia yang
berdomisili di Saudi Arabia, yang tergabung dalam Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta. Yang diketuai oleh Syaikh 'Abdul-'Aziz bin 'Abdullaah bin Muhammad aalus-Syaikh,
dengan Wakil Ketua Syaikh 'Abdullaah Ibnu 'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan,
dan Anggotanya Syaikh Saalih bin Fauzaan al-Fauzaan serta Syaikh Bakar
bin 'Abdullaah Abu Zaid. Dimana keilmuan mereka ini tak diragukan
lagi, mereka terkenal akan ke ke-Istiqomahannya dalam menegakkan
Al-Qur’an dan Sunnah Nabawiyah didalam kehidupan mereka. Dan kami
sampaikan bahwa postingan ini juga banyak mengambil manfaat dan
mengutip, dari pengantar fatwa-fatwa yang dikeluarkan oleh para ulama
tersebut. Semoga Allah menjaga mereka dan merahmati apa yang mereka
usahakan.
Sungguh
saudaraku se-Iman se-aqidah, nikmat yang ter-besar yang diberikan Allah
Azza wa Jalla kepada kita, para hamba-Nya, adalah nikmat Islam, dan
nikmat hidayah kepada jalan-Nya yang lurus. Dimana Allah
Ta’ala mewajibkan kepada para hamba-Nya yang beriman, agar memohon
hidayah-Nya di dalam setiap shalat-shalat yang didirikan, dan kita
selaku hamba-Nya memohon kepada-Allah Azza wa jalla, agar mendapatkan
hidayah ke jalan yang lurus dan istiqomah di atasnya. Dan dalam hal ini,
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memberikan karakteristik jalan
tersebut, yakni jalan orang-orang yang Allah beri nikmat, jalannya para
Nabi, jalannya para shiddiqin, jalannya para syuhada dan jalannya
orang-orang lurus, dan bukan jalan orang-orang yang menyimpang darinya,
yakni Yahudi, Nashrani dan seluruh orang-orang kafir dan musyrikin.
Tentunya,
jika nikmat-nikmat terbesar tersebut sudah diketahui dan disadari oleh
setiap jiwa-jiwa kaum muslimin, maka wajib bagi seorang Muslim untuk
mengenal kadar nikmat tersebut, yang dengan nikmat tersebutlah, mestinya
kita bersyukur kepada Allah Azza wa Jalla melalui lisan, amalan dan
keyakinan kita. Selain itu tentunya kita juga hendaknya menjaga nikmat
tersebut, dan memeliharanya, serta melakukan sebab-sebab yang dapat
menghindarkan hilangnya nikmat tersebut dari diri kita. Dan
beruntunglah, serta bersyukurlah, orang-orang yang telah diberikan
pandangan yang mendalam yakni bashirah terhadap Dienullah, Bashirah
terhadap Agama allah yang haq dan lurus ini dalam menjalani kehidupan,
(semoga kita termasuk di dalamnya ! ).
Wahai saudaraku yang membenci
bid’ah, kita ketahui dan rasakan bersama, saat ini telah terjadi
pen-campur-adukan antara al-haq dan al-batil atas kebanyakan orang. Maka
bagi orang-orang yang diberikan Bashirah, ia akan melihat dengan jelas
segala upaya yang dilakukan oleh musuh-musuh Islam, untuk menghilangkan
kebenarannya, dan memadamkan cahayanya, untuk menjauhkan kaum muslimin
dari agamanya serta menghilangkan jalan yang memungkinkan untuk kembali
pada Dienul Islam yang haq. Selain itu ikhwa fillah, marak sekarang ini
propaganda, dalam upaya memperburuk citra Islam, dengan melakukan kebohongan-kebohongan atasnya, guna menghalangi seluruh
manusia dari jalan Allah dan dari beriman kepada wahyu yang diturunkan
atas Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Untuk itu mari kita
perhatikan firman Allah Azza wa Jalla di dalam Surah Al-Baqoroh ayat 109
:
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ
وَدَّ كَثِيرٌ مِنْ أَهْلِ الْكِتَابِ
لَوْ
يَرُدُّونَكُمْ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِكُمْ كُفَّارًا
حَسَدًا مِنْ
عِنْدِ أَنْفُسِهِمْ
مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُمُ
الْحَقُّ
Yang artinya : “Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.”
Yang artinya : “Sebahagian besar Ahli Kitab menginginkan agar mereka dapat mengembalikan kamu kepada kekafiran setelah kamu beriman, karena dengki yang (timbul) dari diri mereka sendiri, setelah nyata bagi mereka kebenaran.”
Selanjutnya didalam Al-Qur’an Surah
Ali ‘Imron ayat 69, Allah Subhanahu wa Ta’ala juga berfirman :
وَدَّتْ طَائِفَةٌ مِنْ أَهْلِ
الْكِتَابِ لَوْ يُضِلُّونَكُمْ
وَمَا يُضِلُّونَ إِلاَّ أَنْفُسَهُمْ وَمَا يَشْعُرُونَ
Artinya : “Segolongan dari Ahli Kitab ingin menyesatkan kamu,
padahal mereka (sebenarnya) tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri,
dan mereka tidak menyadarinya.”
Selain
itu, diayat yang lain, yakni ayat ke-149, namun masih dalam Surah yang
sama, yakni Surah Ali Imron, Allah azza wa Jalla berfirman :
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ ءَامَنُوا
إِنْ تُطِيعُوا الَّذِينَ كَفَرُوا
يَرُدُّوكُمْ
عَلَى أَعْقَابِكُمْ
فَتَنْقَلِبُوا خَاسِرِينَ
Hai orang-orang yang beriman, jika kamu
menta`ati orang-orang yang kafir tu, niscaya mereka mengembalikan kamu
ke belakang (kepada kekafiran), lalu jadilah kamu orang-orang yang rugi.
Jadi telah nyata dan jelas, bahwa orang-orang kafir dalam hal ini khusunya para ahli kitab, akan menghalang-halangi kita dari jalan Allah.
Jadi telah nyata dan jelas, bahwa orang-orang kafir dalam hal ini khusunya para ahli kitab, akan menghalang-halangi kita dari jalan Allah.
Namun
kita janganlah bersedih atau berputus asa, karna meskipun demikian,
Allah Ta'ala telah berjanji untuk menjaga Dien-Nya dan kitab-Nya, dari
kejahilan dan peng-rusakan orang-orang kafir. Dimana Allah berfirman di
dalam Surah Al-Hijr ayat 9 :إِنَّا
نَحْنُ نَزَّلْنَا الذِّكْرَ وَإِنَّا لَهُ لَحَافِظُونَ
Sesungguhnya
Kami-lah yang menurunkan Al Qur'an, dan sesungguhnya Kami benar-benar
memeliharanya.
Dan tentunya, segala puji bagi
Allah.
Dimana, Rasulullah Shallallahu 'alaihi
wa sallam telah mengabarkan kepada kita, bahwa akan selalu muncul suatu
golongan dari umatnya yang berjalan di atas al-haq, tidak membahayakan
mereka orang yang menghinakan mereka, ataupun menentang mereka, hingga
datangnya hari Akhir.
Sekalai lagi wahai saudaraku. Segala
puji bagi Allah, dan kita memohon kepada-Nya, Yang Maha Dekat dan
Mengabulkan Do’a, agar menjadikan kita dan saudara-saudara kita kaum
Muslimin, termasuk dari golongan tersebut, yakni Thaifah Al-Mansyurah.
Atau yang juga biasa disebut Al-Firqotun an-Najiyah.
Untuk
itu, selalu lah dalam ketaqwaan kepada Allah, perbanyaklah bermajelis
ilmu yang didalam nya diajarkan Al-Qur’an dan as-Sunnah, dan ber-amallah
sesuai dengan kemampuan kita serta bersabarlah. Sungguh apabila kita
menetapi jalannya Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam dan para
sahabat Ridwanallahu ‘alaihim jamian, kita akan terselamatkan di dunia
dan akhirat. Insya Allah !
Karna Rasulullah telah mengabarkan
bahwa yang namanya jama’ah itu yakni Ma ana alaihi wa ashabi “Yang Aku dan para Sahabatku berada
diatasnya”. Jadi jangan ragu untuk mengamalkan Sunnah-sunnah
Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa sallam di dalam kehidupan kita. Memang
kita akan terasa asing ketika mengamalkan sunnah-sunnah Rasulullah,
namun memang begitulah yang digariskan. Bahwa Islam itu awalnya asing,
kemudian akan kembali asing. Dimana umatnya akan merasa asing ketika ada
orang yang mengamalkan sunnah. Selain itu juga ada sebagian yang
berpendapat, bahwa mengamalkan sunnah sekarang ini, ibaratkan
menggenggam bara api... namun tidaklah mengapa wahai saudaraku, karna
barangsiapa yang menegakkan sunnah, ia akan mendapatkan kemenangan yang
besar. Dan tentunya apabila kita berpegang dan menjalankan apa yang
Rasulullah sampaikan, kita tidak akan dapat disesatkan oleh para ahli
kitab dan kaum kufar lainnya. Karna kita telah mengetahui makar-makar
serta propaganda-propaganda mereka, melalui hadits-hadits Rasulullah
Shalallahu ‘Alaihi wa sallam, serta atsar-atsar para sahabat
Ridwanallahu ‘Alaihim Jamian. Semoga Allah Azza wa Jalla selalu
melimpahkan kepada kita Hidayah, dan memberikan kepada kita Ilmu yang
bermanfaat, serta memberikan kita kemudahan dan kekuatan untuk
mengamalkan Sunnah. Laa hau laa wa laa quata illa billah... tiada daya dan upaya kecuali atas pertolongan Allah
Dan
sebagaimana yang ana sampaikan diawal, bahwa pada postingan kali ini
akan berisikan fatwa-fatwa Ulama yang tergabung dalam Al-Lajnah
ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta. Yakni Komite
Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa, yang diketuai oleh Syaikh
'Abdul-'Aziz bin 'Abdullaah bin Muhammad aalus-Syaikh, dengan Wakil
Ketua Syaikh 'Abdullaah Ibnu 'Abdur-Rahmaan al-Ghudayyaan, yang
beranggotakan Syaikh Saalih bin Fauzaan
al-Fauzaan serta syaikh Bakar bin 'Abdullaah Abu Zaid. Dimana Komite Permanen untuk
Penelitian Islam dan Fatwa ini, setelah mendengar
dan melihat adanya penyambutan yang begitu meriah, dan perhatian yang
serius dari orang-orang Yahudi dan Nashrani, serta orang-orang yang
menisbatkan diri kepada Islam, serta yang terpengaruh oleh mereka,
berkenaan dengan berakhirnya tahun Masehi dan datangnya tahun baru
Masehi, menurut kalender Eropa atau Masehi, maka tidak bisa tidak, Lajnah Daimah Lil Buhuts Ilmiah wal Ifta
merasa perlu dan berkewajiban memberikan nasehat, dan penjelasan kepada
seluruh kaum Muslimin tentang makna momentum ini, serta hukum syariat
Islam yang murni ini atasnya, sehingga kaum Muslimin memahami dengan
baik Agama mereka, dan berhati-hati atas penyimpangan, dan kesesatan
yang dimurkai Allah .
Berikut petikan fatwa tersebut,
dimana Dikatakan didalam fatwa pertama :
Sesungguhnya
orang-orang Yahudi dan Nashrani menyertakan atas millennium ini
berbagai kejelekan, penderitaan, harapan-harapan, dengan begitu yakin
akan terealisasinya hal itu atau paling tidak kearahnya, karena menurut
anggapan mereka hal ini telah melalui riset dan penelitian. Demikian
pula, mereka mengkaitkan sebagian permasalahan doktrin mereka dengan
momentum ini dengan anggapan bahwa hal itu berasal dari ajaran
kitab-kitab mereka yang sudah dirubah. Maka, wajib bagi seorang Muslim
untuk tidak tertarik kepada hal itu dan tergoda olehnya bahkan
seharusnya muslimin merasa cukup dengan Kitab - Rabbnya Ta'ala - dan
Sunnah NabiNya (Shallallahu 'alaihi wasallam) dan tidak memerlukan lagi
selain keduanya. Sedangkan teori-teori dan spekulasi-spekulasi dan
pernyataan atau opini yang bertentangan dengan keduanya tidak lebih
hanya kepalsuan belaka.
Adapun fatwa yang kedua :
Momentum ini (yakni perayaan tahun
baru Masehi) dan semisalnya, tidak lepas dari pen-campur-adukan antara
al-haq dan al-bathil, propaganda kepada kekufuran, kesesatan, tidak
bermoral dan kemurtadan yang merupakan manifestasi dari kesesatan
menurut syari'at Islam. Diantaranya propaganda kepada penyatuan
agama-agama atau pluralisme, penyetaraan Islam dengan aliran-aliran dan
sekte-sekte sesat lainnya, penyucian terhadap salib dan penampakan
simbol-simbol kekufuran, yang dilakukan oleh orang-orang Nashrani dan
Yahudi, serta perbuatan-perbuatan dan ucapan-ucapan semisalnya yang
mengandung beberapa hal ; bisa jadi pernyataan bahwa syari'at Nashrani
dan Yahudi yang sudah diganti dan dihapus tersebut, dapat menyampaikan
kepada Allah juga. Bisa jadi, adanya anggapan baik terhadap sebagian
dari ajaran kedua agama tersebut yang bertentangan dengan Dien al-Islam.
Semuanya dalam rangka penambahan atas fakta, yang merupakan bentuk
kekufuran kepada Allah dan Rasul-Nya, kepada Islam dan konsensus atau
ijma' umat ini. Apalagi hal itu adalah sebagai salah satu bentuk
penjauhan Muslimin dari ajaran-ajaran agama mereka.
Adapun fatwa yang ketiga Berbunyi :
Banyak
sekali dalil-dalil dari al Kitab dan as-Sunnah, serta atsar-atsar yang
shahih (dari Sahabat dan lainnya), yang melarang untuk menyerupai
orang-orang kafir, di dalam hal yang menjadi ciri dan kekhususan mereka.
Diantara hal itu adalah menyerupai mereka dalam festival hari-hari
besar dan pesta-pesta mereka. Hari besar maknanya (secara terminologis)
adalah sebutan bagi sesuatu, termasuk didalamnya setiap hari yang datang
kembali dan berulang, yang dirayakan oleh orang-orang kafir. Atau
sebutan bagi tempat orang-orang kafir dalam menyelenggarakan perkumpulan
keagamaan.
Jadi, setiap perbuatan yang mereka ada-adakan di berbagai tempat, atau waktu-waktu keagamaan mereka, maka itu termasuk hari besar atau 'Ied mereka. Karenanya, larangannya bukan hanya atas hari-hari besar yang khusus buat mereka saja, akan tetapi setiap waktu dan tempat, yang mereka rayakan atau agungkan, yang sesungguhnya tidak ada landasannya di dalam Dienul Islam. Demikian pula termasuk larangan, perbuatan-perbuatan yang mereka ada-adakan di dalamnya, juga termasuk ke dalam hal itu. Ditambah lagi dengan hari-hari sebelum dan sesudahnya, yang nilai religiusnya bagi mereka sama saja, sebagaimana yang disinggung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam Iqtida as-Siraat al-Mustaqim.
Diantara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah firman-Nya di Surah Al-Furqoon ayat 72 :وَالَّذِينَ لاَ يَشْهَدُونَ الزُّورَ
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu...
Ayat ini berkaitan dengan salah satu sifat para hamba Allah yang beriman. Sekelompok Salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid dan Rabi' Ibnu Anas, menafsirkan bahwa kata "Az-Zuura" (di dalam ayat tersebut) diartikan sebagai hari-hari besar orang kafir.
Jadi, setiap perbuatan yang mereka ada-adakan di berbagai tempat, atau waktu-waktu keagamaan mereka, maka itu termasuk hari besar atau 'Ied mereka. Karenanya, larangannya bukan hanya atas hari-hari besar yang khusus buat mereka saja, akan tetapi setiap waktu dan tempat, yang mereka rayakan atau agungkan, yang sesungguhnya tidak ada landasannya di dalam Dienul Islam. Demikian pula termasuk larangan, perbuatan-perbuatan yang mereka ada-adakan di dalamnya, juga termasuk ke dalam hal itu. Ditambah lagi dengan hari-hari sebelum dan sesudahnya, yang nilai religiusnya bagi mereka sama saja, sebagaimana yang disinggung oleh Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah dalam Iqtida as-Siraat al-Mustaqim.
Diantara ayat yang menyebutkan secara khusus larangan menyerupai hari-hari besar mereka adalah firman-Nya di Surah Al-Furqoon ayat 72 :وَالَّذِينَ لاَ يَشْهَدُونَ الزُّورَ
Dan orang-orang yang tidak memberikan persaksian palsu...
Ayat ini berkaitan dengan salah satu sifat para hamba Allah yang beriman. Sekelompok Salaf seperti Ibnu Sirin, Mujahid dan Rabi' Ibnu Anas, menafsirkan bahwa kata "Az-Zuura" (di dalam ayat tersebut) diartikan sebagai hari-hari besar orang kafir.
(kemudian) Dalam hadits yang shahih,
yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik Radhiyallahu 'anhu, dia berkata, saat Rasulullah (Shallallahu 'alaihi
wa sallam) datang ke Madinah, mereka memiliki dua hari besar atau 'Ied
untuk bermain-main. Lalu beliau bertanya, "Dua hari untuk apa ini ?".
Mereka menjawab, "Dua hari di mana kami sering bermain-main di masa
Jahiliyyah". Lantas beliau bersabda (yang artinya) : “Sesungguhnya Allah telah menggantikan
bagi kalian untuk keduanya dua hari yang lebih baik dari keduanya :
Iedul Adha dan Iedul Fithri" hadits ini derajatnya shohiih,
Diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam as-Sunanul-Kubra dan dalam
Kanzul-'Amal.
Selain itu Umar Ibn al Khaththab
Radhiyallahu 'anhu berkata, "Janganlah
kalian mengunjungi kaum musyrikin di gereja-gereja (rumah-rumah ibadah)
mereka pada hari besar mereka, karena sesungguhnya kemurkaan Allah akan
turun atas mereka" Umar Ibn Al Khaththab Radiyallahu ‘anhu berkata
lagi, "Hindarilah musuh-musuh Allah pada momentum hari-hari besar
mereka". Hadits ini Sahih, diriwayatkan oleh Ibn Abi Syaibah
dalam Musannaf, dan telah disahihkan oleh Ibn Taymiyyah in al-Iqtidaa.
Wallahu a’lam bish-shawab.
Nah saudaraku, demikianlah beberapa
fatwa dari Komite Permanen untuk Penelitian Islam dan Fatwa, atau yang
dikenal dengan Al-Lajnah ad Daimah lil Buhuts al ‘Ilmiyyah wa al ifta mengenai hukum merayakan atau
menghadiri perayaan Tahun baru Masehi atau sejenisnya. Dan insya Allah
fatwa-fatwa mengenai hal tersebut akan kami lanjutkan pada postingan
berikutnya, Semoga bermanfaat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar