Para ulama Islam telah berusaha keras dalam menulis Fiqih Islam.
Hal itu disebabkan karena tingginya kebutuhan umat terhadapnya dalam
kehidupan praktis mereka. Usaha mereka telah sempurna dan harapan mereka
telah tercapai dan kitab-kitabnya menjadi banyak hingga memenuhi
rak-rak perpustakaan Islam. Di antara kitab tersebut ada yang berbentuk mausu’ah (ensiklopedi), muthawwalat (kitab-kitab besar yang mengupas segala hukum dengan panjang lebar), mukhtasharat (ringkasan), mutun (intisari), syuruh (penjelasan) dan hawasyi
(komentar). Setiap bentuk tersebut memiliki ciri khas tersendiri. Di
antara orang yang telah memberikan banyak jasanya dalam menangani
disiplin ilmu ini dan menutup salah satu celahnya adalah Imam Muhammad
bin Ali asy-Syaukani rahimahullaah-semoga Allah Subhanahu waTa’ala
mensucikan niatnya, menerangi kuburnya dan mengangkat kedudukannya di
Surga-. Beliau telah berhasil membuat ringkasan dari fiqih sunnah dan
mengungkapkan tujuan menulisnya.
Beliau berkata, “Tujuannya yang demikian itu
(membuat ringkasan) adalah mengumpulkan masalah-masalah yang dalilnya
sahih, jalannya jelas dan meninggalkan yang murni hanya ra’yu
(pendapat semata). Karena yang demikian itu hanya omongan belaka.
Perumpamaan ringkasan ini kepada kitab-kitab fiqih yang lebih luas (muthawalat)
adalah laksana batangan-batangan emas kepada tanah yang mengandung
emas. Hal ini telah diketahui oleh orang-orang yang pakar dalam ilmu dan
pikiran, pemikiran dan tulisannya telah jauh berlayar di samudera
pengetahuan.”
Jadilah kitab ini sebagaimana yang disebutkan oleh syekh Shidiq Hasan Khan dalam pernyataannya, “Beliau telah memberikan nasihat yang murni, mengeluarkan dari intisari yang gamblang, memberikan tahqiq (kajian kritis) yang sangat tinggi yang tidak ada pada buku-buku lainnya dan menunjukkan kepada penelitian yang sangat berharga yang belum pernah dimuat dalam lembaran tulisan orang-orang besar.”
Jadilah kitab ini sebagaimana yang disebutkan oleh syekh Shidiq Hasan Khan dalam pernyataannya, “Beliau telah memberikan nasihat yang murni, mengeluarkan dari intisari yang gamblang, memberikan tahqiq (kajian kritis) yang sangat tinggi yang tidak ada pada buku-buku lainnya dan menunjukkan kepada penelitian yang sangat berharga yang belum pernah dimuat dalam lembaran tulisan orang-orang besar.”
Karya penulis ini disempurnakan dengan berbagai hal di antaranya:
1. Keringkasan yang senantiasa
dibutuhkan oleh se-orang ahli fiqih dan yang baru belajar fiqih. Orang
yang pertama (ahli fiqih) bisa mengingat perma-salahan fiqih dan mudah
menghafalnya. Sementara orang yang kedua (yang baru belajar fiqih) bisa
mengkaji fiqih syariah dengan mudah dan sesuai dengan kemampuannya.
2. Ungkapannya mudah dan jelas. Sesuatu yang sangat diperlukan oleh hampir semua kitab-kitab ringkasan fiqih.
3. Secara umum beliau hanya mengambil
permasalahan yang memiliki dalil. Beliau tidak pernah menyebutkan
masalah-masalah ilmu kalam (ra’yu) dan ijtihadiah kecuali sedikit sekali. Untuk menambah keyakinan akan hal itu silahkan melihat syarah (penjelasan) kitab ini yaitu ad-Darari al-Mudhiyyah,
niscaya akan mendapatkan beliau mencukupkan dengan penjelasan masalah
dengan menyebutkan secara umum dalil dari al-Qur’an dan as-Sunnah.
Sesungguhnya menjadi harapan mulia seandainya
ada seorang Imam lain yang melakukan seperti yang dilakukan Imam
asy-Syaukani dalam masalah ini. Beliau menghususkan fiqih dalil dari
yang lainnya untuk mempersempit wilayah khilafiah dan memudahkan
kompromi antara orang-orang yang berbeda pendapat dari para pengikut
mazhab-mazhab fiqih ternama juga untuk memotivasi orang-orang agar
kembali kepada sumber yang asli (al-Qur’an dan as-Sunnah) dan hanya
mengambil ilmu dari keduanya.
Sesungguhnya penulis sendiri telah
menjelaskan isi ringkasan ini dengan penjelasan yang beliau tulis
sendiri. Tidak ada seorangpun bisa mengetahui maksud penulis yang lebih
baik daripada dirinya sendiri. Setiap orang pasti lebih mengetahui
maksudnya dan perkataannya sendiri dibanding dengan orang lain. Beliau
memberikan nama kitab syarahnya dengan ad-Dararil Mudhiyyah Syarah ad-Duraril Bahiyah.
Sebab penulisan kitab ini adalah memenuhi permintaan sejumlah ulama.
Beliau memberikan penjelasan yang ringkas sebatas yang penting-penting
saja dengan memperhatikan penyebutan dalil dari setiap masalah. Beliau
juga menyebutkan beberapa khilaf pada beberapa masalah. Berkenaan dengan itu seorang penyair berkata:
[pJika anda ingin mengetahui syariat Nabi
Membekas sehingga mengeluarkan api
Maka kajilah dengan teliti Ad-Durari
Yang terajut kembali (disyarah) dalam Ad-Darari.
[pJika anda ingin mengetahui syariat Nabi
Membekas sehingga mengeluarkan api
Maka kajilah dengan teliti Ad-Durari
Yang terajut kembali (disyarah) dalam Ad-Darari.
Tambahan-tambahan atas penyebutan dalil pada syarah (penjelasannya) menjadi penyebab syekh Ahmad putera penulis sendiri (wafat 1281H) membuat tahzib (ringkasan) untuk kitab ayahnya. Beliau beri nama as-Sumuth az-Zahabiah al-Hawiyah Lid Duraril Bahiyah.
Beliau menggabungkan antara matan dengan syarahnya dan memberikan tanda
bagi ulama yang mentakhrij haditsnya dan tidak menyebutkan
pendapat-pendapat (ulama mazhab) kecuali sedikit.
Karena penulis membatasi sebagian besar
syarahnya hanya dengan menyebut dalil, mendorong Syekh Shadiq Hasan Khan
untuk menulis syarahnya yang terkenal yaitu Ar-Raudatun Nadiyah Syarah Ad-Durarul Bahiyah. Beliau menggabungkan kitab Ad-Darari
semuanya dan tidak meninggalkan sedikitpun dan menambahkan perkataan
para ulama pada sebagian besar masalahnya. Begitu juga dengan sebagian
faidah, komentar, sedikit tarjih sehingga dengan ketiga syarah ini, kitab matan (asli) telah dijelaskan dengan sebaik-baiknya.
Mengingat kitab ini begitu tinggi nilainya,
namun belum dicetak secara terpisah dan diperlakukan sesuai dengan nilai
dan kedudukannya, maka saya memohon petunjuk kepada Allah Subhanahu waTa’ala untuk mentahqiqnya. Setelah itu saya mulai melakukannya dengan segala puji bagi Allah Subhanahu waTa’ala dan taufiq-Nya dan melakukan hal-hal berikut ini:
1. Saya telah berhasil mendapatkan dua
foto copy dari naskah asli manuskrip. Salah satunya ditulis tangan oleh
penulisnya sendiri dan yang lainnya disalin dari tulisan penulis pada
tahun 1240 H. Artinya dua belas tahun sebelum penulis meninggal dunia.
Berikut ini karakteristik kedua naskah:
a. Naskah asli dengan tulisan tangan
penulis ada di Belanda pada perpustakaan (Briil) di Leiden dengan nomor
BR 645. Copy-annya ada di Markaz Malik Faisal Al-Khairi dengan nomor
(F/1002/45F) dan berjumlah tujuh lembar. Pada setiap halaman terdiri
dari tiga puluh tujuh baris. Keseluruhannya berjumlah 366 halaman dan
saya memberinya tanda dengan “Asli”.
b. Naskah yang disalin dari tulisan
tangan penulis ditulis oleh Ahmad bin Aimur pada bulan Rabiul Akhir
tahun 1240 H. Naskah aslinya ada di Belanda pada perpustakaan Leiden
dengan nomor 3005. Copy-annya ada di perpustakaan Universitas Imam
Muhammad bin Sa’ud dengan nomor 10626/F dan terdiri dari tujuh lembar.
Setiap lembar terdiri dari dua puluh enam baris. Saya memberinya tanda
dengan naskah B. Saya telah melakukan perbandingan antara keduanya. Saya
merujuk dalam perbandingan ini untuk menambah ketelitian dan
keakuratannya dengan menggunakan ketiga syarahnya yang telah disebutkan
sebelumnya yaitu:
- Ad-Dararil Mudhiyyah Syarah ad-Duraril Bahiyah karya penulis sendiri cetakan Darul Ma’rifat Libanon tahun 1398.
- Ar-Raudatun Nadiyah Syarah ad-Durarul Bahiyah karya Shidiq Hasan Khan cetakan Darul Ma’rifat Libanon tahun 1398.
- As-Sumuth az-Zahabiah al-Hawiyah Lid Dura-ril Bahiyah karya putera penulis cetakan Mu’assasah Ar-Risalah Libanon tahun 1410.
Saya berpatokan kepada naskah asli tulisan
penulis kecuali pada beberapa tempat yang membuat saya menguatkan apa
yang ada dalam naskah. Saya tidak menulis perbedaannya kecuali yang
sangat penting agar tidak melebar. Tambahan yang benar dari naskah mana
saja saya tuliskan pada kitab asli (matan)nya dalam kurung ( ) dan
menyebutkan di fote note rujukan untuk tambahannya.
2. Saya menulis setiap masalah dalam
satu baris tersendiri dan membuatkan nomor berurutan untuk setiap
masalah dengan harapan terwujudnya beberapa hal berikut ini di
antaranya;
a. Agar mempermudah orang-orang yang
baru belajar untuk memahami dan membaca masalah, khususnya
permasalahan-permasalahan yang memiliki satu hukum.
b. Karena kitab ini berbentuk sebuah matan yang banyak syarahnya dan diberikan ta’liq (catatan kecil) oleh mayoritas penuntut ilmu. Cara/ metode ini memberikan adanya ruang yang cukup untuk membuat ta’liq (komentar)
terhadap banyak masalah. Saya tahu bahwasanya kitab yang tipis dan
bentuknya yang kecil merupakan tuntutan para pembaca, tetapi saya lebih
mengedepankan kemaslahatan di atas.
3. Saya jelaskan kalimat-kalimat yang
sulit dan berbagai istilah dalam ilmu fiqih, menerangkan masalah yang
dianggap sulit dan membuatkan contoh jika dibutuhkan dengan
mempertimbangkan kondisi para pemula. Saya sadari bahwa hal itu akan
mendatangkan celaan dari para penuntut ilmu yang sudah spesialis
(senior).
Saya berusaha untuk mencari di tengah-tengah kitab syarah hal-hal yang dianggap sulit dari masalah tersebut. Apa yang saya jumpai maka saya tulis sebagai taqliq dan memberinya tanda dengan huruf (M) sebagai isyarat bahwa itu merupakan perkataan mushannif (penulis). Dan saya tidak menyebutkan pendapat yang bertentangan dengan perkataan penulis atau mengomentari hal itu, karena hal itu akan memanjang dan memalingkan kita dari tujuan semula.
Saya berusaha untuk mencari di tengah-tengah kitab syarah hal-hal yang dianggap sulit dari masalah tersebut. Apa yang saya jumpai maka saya tulis sebagai taqliq dan memberinya tanda dengan huruf (M) sebagai isyarat bahwa itu merupakan perkataan mushannif (penulis). Dan saya tidak menyebutkan pendapat yang bertentangan dengan perkataan penulis atau mengomentari hal itu, karena hal itu akan memanjang dan memalingkan kita dari tujuan semula.
4. Saya membuatkan judul untuk
sejumlah pasal yang dibiarkan oleh penulis terlupakan tanpa judul,
dengan maksud untuk memberikan penjelasan tentang inti dari pasal
tersebut dan memudahkan untuk merujuk kembali masalah tersebut pada
tempatnya. Judul yang saya buat, saya tulis dalam kurung [ ] untuk
membedakannya dengan perkataan penulis.
5. Saya menulis biografi (terjemah) singkat penulis.
Apa yang saya lakukan ini terbuka untuk salah dan dikritik. Semoga Allah Subhanahu waTa’ala merahmati saudara saya yang melihat kekurangannya dan menutupinya kemudian berkenan untuk memberitahukannya kepada saya.
Terakhir, tidak ada yang bisa saya lakukan
kecuali mempersembahkan rasa syukur dan memuji kepada Rabbku yang telah
mengaruniakan kepadaku berbagai nikmat-Nya dan Dia-lah Pemilik semua
nikmat dan Pemberi semua pemberian. Bagi-Nya segala pujian yang tidak
terkira. Berikutnya saya menghaturkan syukur kepada semua orang yang
telah membantu saya dalam penulisan kitab ini. Secara khusus saya sebut
di antara mereka saudara saya yang mulia Musa’id ath-Thayyar, Ali
al-Qasim, Faishal Alu Syaikh dan Ummu Abdullah. Dari saya untuk mereka
pujian yang indah dan doa yang tulus.
Ya Allah, jadikan amalku ini semata mencari ridha-Mu, bermanfaat bagi hamba-Mu dan sebagai qurbah (pendekatan diri kepada-Mu) dan tabungan untukku. Wahai Yang Maha Hidup dan Maha Mengawasi, Wahai Yang Maha Agung dan Mulia.
(Oleh: Abu Abdullah Muhammad bin Abdul Aziz Al-Khudhairi ) .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar