Shalat
adalah ibadah jasadiyah pertama yang disyari’atkan dari pada puasa,
zakat, ataupun haji. Shalat tersebut dituntut agar dilakukan berjamaah, dan
jika ada uzur baru diperkenankan mendirikannya sendirian.
Shalat
berjamaah yang dimaksud adalah yang dilaksanakan di masjid, atau di tempat lain
ketika berhalangan mendirikannya dimasjid. Shalatyang sifatnya harian, disebut
dengan shalat fardhu lima waktu, kemudian ada yang bersifat mingguan yaitu
shalat Jum’at, ada yang bersifat tahunan yaitu shalat Idul Fitri dan Idul Adha,
dan ada yang tahunan tetapi sifatnya internasional, yaitu dalam rangka wukuf di
Arafah ketika melaksanakan ibadah haji.
Dasar
hukum shalat berjamaah adalah al-Quran dan sunnah
1.
Al-Quran
Firman Allah S WT, “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu…“. (QS.An-Nisal [4]: 102).
Firman Allah S WT, “Dan apabila kamu berada di tengah-tengah mereka (sahabatmu) lalu kamu hendak mendirikan shalat bersama-sama mereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri (shalat) besertamu…“. (QS.An-Nisal [4]: 102).
Menurut
para ahli tafsir dan fikih, ayat ini mengandung perintah untuk mendirikan
shalat berjamaah dalam keadaan takut di medan perang. Kalau dalam keadaan
perang diperintahkan untuk mendirikan shalat berjamaah, tentu lebih
dipeiintahkan lagi mendirikannya dalam keadaan aman.
2.
Hadits
Dari
Abdullah bin Umar. Rasulullah Saw bersabda, “Shalat berjamaah lebih utama
daripada shalat sendirian 27 derajat“. (HR. Bukhari, Muslim, Nasa’i, dan
Ahmad).
Hadits di
atas menegaskan bahwa shalat berjamaah lebih utama 27 derajat dari pada shalat
sendirian. Berdasarkan ayat dan hadits di atas, ulama sepakat mengatakan bahwa
shalat berjamaah disyariatkan dan lebih utama dari shalat sendirian. Meskipun
ada banyak ayat dan banyak hadits lain yang memerintahkan shalat berjamaah,
tetapi karena ada hadits di atas yang mengandung pemahaman bahwa kalaupun
shalat sendirian, bernilai satu, maka perintah shalat berjamaah itu tidak dapat
dikatakan wajib.
Rasulullah
Saw juga bersabda, “Shalat jamaah itu lebih sempurna dari shalat sendirian…
dan shalat berjamaah merupakan sunnah Rasul, tidak boleh ditinggalkan kecuali
oleh orang munafik“. (HR. Ahmad).
Meskipun
mayoritas kita berpendirian bahwa shalat berjamaah hukumnya sunnat muakkad
bukan berarti untuk disepelekan. Sebab, jika seseorang sengaja meninggalkan
shalat berjamaah tanpa ada uzur, orang itu adalah orang celaka.
Aktualisasi
Nilai Berjamaah
Dari
pelaksanaan shalat berjamaah tersebut, terdapat beberapa nilai penting yang
dapat diambil dan diaktualisasikan dalam kehidupan, yaitu:
- Manusia adalah makhluk sosial,
yang tidak akan dapat hidup sendiri. Mereka saling membutuhkan dan ini
merupakan fitrah manusia. Mereka saling membutuhkan satu sama lainnya.
Pemimpin tidak akan dapat memimpin, jika tidak ada yang dipimpin. Si kaya
tidak akan menjadi kaya, jika tidak ada yang miskin. Oleh sebab itu, tidak
perlu ada kesombongan dari seorang pemimpin dan si kaya. Melalui shalat
berjamaah, nilai-nilai kesombongan itu dapat dihilangkan.
- Shalat berjamaah telah
memberikan gambaran kepada manusia secara kolektii” tentang tujuan
penciptaannya, yaitu untuk menghambakan diri kepadaAllah SWT. Firman Allah
SWT, “Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka
menyembah-Ku“. (QS. Adz-Dzuriyat[51]:56).
- Shalat berjamaah merupakan
cerminan terjalinnya hubungan natara manusia dengan Allah SWT. Inilah
kunci keselamatan dari kebinasaan hidup di dunia dan akhirat. Firman Allah
SWT, “Mereka diliputi kehinaan di mana saja mereka berada, kecuali jika
mereka berpegang kepada tali (agama) Allah dan tali (perjanjian) dengan
manusia,….“. (QS. Ali Imran[3]:112).
- Shalat berjamaah merupakan
cerminan persatuan yang baik antar sesama manusia, dimana dalam shalat
berjamaah semua perbedaan yang menjadikan perpecahan dapat dipersatukan
baik perbedaan status sosial maupun ekonomi. Semua disatukan dengan
kesamaan gerak, bacaan, pemimpin, dan tujuan.
Semua hal
yang dipetik dalam pelaksanaan shalat adalah dalam rangka menuntun dan membina
manusia agar merapatkan barisan dalam memperkuat benteng kebersamaan. Namun shalat
yang selama ini dikerjakan hanya berfungsi sebagai ibadah ritualitas yang
kurang berdampak positif bagi pelakunya.
Ketaatan
makmum kepada imam hanya dapat dirasakan ketika melaksanakan shalat saat
berjamaah. Usai melaksanakan shalat maka keterikatan iman dengan jamaah pun
terputus dalam segala hal.
Sumber
: Buletin Mimbar Jum’at No.27 Th. XXII – 4 Juli 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar